Cinta Bugenvile

Rabu, 30 April 2014

Penangkap Matahari






“Dik, kenapa wajahmu murung? Kamu kangen ya sama ayah ibu?” Tanya Anya kepada adiknya.
“Aku gak kenapa-kenapa kok kak Anya, aku cuma heran kenapa hari ini semua orang bersedih?’” Jelas Dito kepada kakaknya.
“Coba lihat Pak Herman dari tadi ngelamun gak jelas di depan rumahnya, trus Pak Rusdi kasihan dari pagi bengong aja di kolam gak ada satu pun ikan yang mau nyangkut di kailnya, Bu Surti terus meringis kesakitan menahan sakit pinggangnya sambil mencuci baju, kenapa hari ini tidak ada orang yang tersenyum bahagia ”

“Mari kita tanya ke nenek kenapa hari ini semua orang bersedih?” Ajak Anya kepada adiknya

Anya dan adiknya  Dito tinggal bersama neneknya, sejak Dito masih berumur 2 tahun sampai sekarang berumur 6 tahun ayah dan ibunya belum pernah kembali, katanya sih kedua orang tuanya menjadi TKI di negeri seberang. Dito ingin sekali melihat wajah kedua orang tuanya, karena selama ini ia hanya tahu wajah ayah ibunya dari foto yang sudah usang.

“Nek, kenapa sih hari ini semua orang bersedih?” Tanya Anya
“Oh, mungkin karena hari ini matahari tidak muncul.”  Jawab nenek melihat keluar
“Bagaimana caranya supaya kita mendapat sinar matahari nek?” Tanya Dito
“Kita harus menangkapnya? Nenek berkata sambil mengambil toples  kaca dari lemari,  kemudian berjalan ke arah cahaya yang keluar dari jendela dan memasukkan cahaya tersebut ke dalam toples kaca.
“Begini caranya “ nenek menunjukan cara menangkap matahari kepada kedua cucunya.
“Rasakan cahayanya di jemarimu, genggam dan segera masukkan ke toples. Hati-hati dan harus cepat karena cahaya matahari mudah rusak” ujar nenek tersenyum memandang wajah cucunya.
“Oh begitu ya nek, boleh toplesnya untuk kami.”
“Ambillah, nenek menemukan toples itu dari tempat sampah kemarin, tuh masih banyak ambillah semuanya dan kumpulkan matahari sebanyak-banyaknya.” Jelas nenek.
Sepertinya matahari hari ini memang sedang murung, sehingga ia enggan untuk menampakkan diri, cahayanya tertutup awan abu-abu. Sulit untuk menemukan cahayanya.
“Kita ke gudang kosong itu kak, di sana pasti banyak cahaya matahari” ajak Dito.
Di dalam gudang gelap tersebut banyak terdapat jendela dan ventilasi udara, dari situlah cahaya-cahaya itu masuk dan terlihat jelas.  Mereka mengisi toples tersebut dengan cahaya matahari  seperti yang nenek mereka lakukan.
“Sudah penuh semua,  yuk kita jual”  ajak Anya kepada adiknya.
“Kita jual di dekat pemancingan saja di sana banyak orang lewat, matahari kita pasti laku.”ajak Dito

“ Lagi ngapain Anya dan Dito? Tanya Pak Herman.
“ Kita lagi jualan matahari pak, beli dong pak cuma limaratus rupiah?
“Matahari? , Memangnya matahari bisa dijual ya, bagaimana kalian mendapatkanya” tanya pak Herman Penasaran.
“Kami menangkapnya pak?” jelas Anya.”
“Ya sudah bapak beli satu.” Sambil mengulurkan kepingan limaratusan.


“Kalian jual apa ?” Tanya Pak Rusdi yang akan pergi memancing.
“Matahari, pak” jawab mereka serempak.
“Hmm… saya beli satu ya.” Pak Rusdi memberikan uangnya tanpa banyak tanya.”


“Apa ini? “ tanya bu Surti yang kebetulan lewat.
“Matahari bu?”
“Matahari? trus kalian menjualnya?”
“ Iya bu cuma lima ratus kok bu?”
“Kalian jangan bohong ya? Mana mungkin matahari bisa di jual sambil memandangi toples toples yang bagi bu Surti terlihat kosong.”
“Beneran kok bu kita tidak bohong.”  Anya membela diri.
“Ya sudah ibu beli satu, tapi kalian jangan bohong lagi ya” Dito dan Anya hanya tersenyum mendengar ucapan Bu Surti.
 Tanpa terasa Toples –toples mereka banyak terjual, hanya tersisa dua.
“Sudah sore kita pulang saja yuk!”  ajak Anya kepada Adiknya
“ Toplesnya sisa dua, nih satu untukmu dan yang satu untukku.” Anya memberikan satu toples kepada adiknya.
“Besok kita jualan matahari lagi kak?” Tanya Dito.
“Kita lihat nanti,  apakah semua orang yang membeli matahari kita bisa tertawa bahagia?”

Mereka berjalan dengan riang sambil mendendangkan lagu-lagu bahagia. Menyusuri jalan kampung yang mulai sepi di sore hari.

“Horeee ..hore anakku dapat bea siswa di universitas negeri.”  teriak pak Herman kegirangan

Di samping kolam pak Rusdi sedang tersenyum-senyum sambil bernyanyi karena hari ini banyak ikan yang ia tangkap.

Begitu juga Bu Surti yang sedang mencuci baju sambil bernyanyi riang, karena pinggangnya tidak sakit lagi.

Anya dan Dito tersenyum begitu banyak kebahagiaan hari ini yang mereka lihat. Mereka senang karena matahari-matahari di dalam tolpes telah membawa kebahagiaan bagi mereka semua.

“Anya…..Dito….” terdengar seseorang memanggil. Anya berlari menghampiri suara itu dengan sangat gembira, tapi Dito hanya diam terpaku.
“Dito…ayo kemari ini orang tua kita?” ajak Anya.
Seketika keluar senyum kegembiraan yang luar biasa dari bibir mungil Dito dan langsung berlari menghampiri kedua orang tuanya. 

Matahari memberi kita kehidupan
Matahari memberi kita kebahagiaan
Matahari membuat bumi kita berputar
Setiap hari kita menikmati cahayanya jadi jangan pernah  melupakannya……














Tidak ada komentar:

Posting Komentar