“Dik, kenapa wajahmu murung? Kamu
kangen ya sama ayah ibu?” Tanya Anya kepada adiknya.
“Aku gak kenapa-kenapa kok kak Anya,
aku cuma heran kenapa hari ini semua orang bersedih?’” Jelas Dito kepada
kakaknya.
“Coba lihat Pak Herman dari tadi
ngelamun gak jelas di depan rumahnya, trus Pak Rusdi kasihan dari pagi bengong
aja di kolam gak ada satu pun ikan yang mau nyangkut di kailnya, Bu Surti terus
meringis kesakitan menahan sakit pinggangnya sambil mencuci baju, kenapa hari
ini tidak ada orang yang tersenyum bahagia ”
“Mari kita tanya ke nenek kenapa hari
ini semua orang bersedih?” Ajak Anya kepada adiknya
Anya dan adiknya Dito tinggal bersama neneknya, sejak Dito
masih berumur 2 tahun sampai sekarang berumur 6 tahun ayah dan ibunya belum
pernah kembali, katanya sih kedua orang tuanya menjadi TKI di negeri seberang.
Dito ingin sekali melihat wajah kedua orang tuanya, karena selama ini ia hanya
tahu wajah ayah ibunya dari foto yang sudah usang.
“Nek, kenapa sih hari ini semua orang
bersedih?” Tanya Anya
“Oh, mungkin karena hari ini matahari
tidak muncul.” Jawab nenek melihat
keluar
“Bagaimana caranya supaya kita
mendapat sinar matahari nek?” Tanya Dito
“Kita harus menangkapnya? Nenek
berkata sambil mengambil toples kaca
dari lemari, kemudian berjalan ke arah
cahaya yang keluar dari jendela dan memasukkan cahaya tersebut ke dalam toples
kaca.
“Begini caranya “ nenek menunjukan
cara menangkap matahari kepada kedua cucunya.
“Rasakan cahayanya di jemarimu, genggam dan segera
masukkan ke toples. Hati-hati dan harus cepat karena cahaya matahari mudah rusak”
ujar nenek tersenyum memandang wajah cucunya.
“Oh begitu ya nek, boleh toplesnya
untuk kami.”
“Ambillah, nenek menemukan toples itu
dari tempat sampah kemarin, tuh masih banyak ambillah semuanya dan kumpulkan
matahari sebanyak-banyaknya.” Jelas nenek.
Sepertinya matahari hari ini memang
sedang murung, sehingga ia enggan untuk menampakkan diri, cahayanya tertutup
awan abu-abu. Sulit untuk menemukan cahayanya.
“Kita ke gudang kosong itu kak, di sana
pasti banyak cahaya matahari” ajak Dito.
Di dalam gudang gelap tersebut banyak
terdapat jendela dan ventilasi udara, dari situlah cahaya-cahaya itu masuk dan
terlihat jelas. Mereka mengisi toples
tersebut dengan cahaya matahari seperti
yang nenek mereka lakukan.
“Sudah penuh semua, yuk kita jual” ajak Anya kepada adiknya.
“Kita jual di dekat pemancingan saja
di sana banyak orang lewat, matahari kita pasti laku.”ajak Dito
“ Lagi ngapain Anya dan Dito? Tanya
Pak Herman.
“ Kita lagi jualan matahari pak, beli
dong pak cuma limaratus rupiah?
“Matahari? , Memangnya matahari bisa
dijual ya, bagaimana kalian mendapatkanya” tanya pak Herman Penasaran.
“Kami menangkapnya pak?” jelas Anya.”
“Ya sudah bapak beli satu.” Sambil
mengulurkan kepingan limaratusan.
“Kalian jual apa ?” Tanya Pak Rusdi
yang akan pergi memancing.
“Matahari, pak” jawab mereka
serempak.
“Hmm… saya beli satu ya.” Pak Rusdi
memberikan uangnya tanpa banyak tanya.”
“Apa ini? “ tanya bu Surti yang
kebetulan lewat.
“Matahari bu?”
“Matahari? trus kalian menjualnya?”
“ Iya bu cuma lima ratus kok bu?”
“Kalian jangan bohong ya? Mana
mungkin matahari bisa di jual sambil memandangi toples toples yang bagi bu Surti
terlihat kosong.”
“Beneran kok bu kita tidak
bohong.” Anya membela diri.
“Ya sudah ibu beli satu, tapi kalian
jangan bohong lagi ya” Dito dan Anya hanya tersenyum mendengar ucapan Bu Surti.
Tanpa terasa Toples –toples mereka banyak
terjual, hanya tersisa dua.
“Sudah sore kita pulang saja yuk!” ajak Anya kepada Adiknya
“ Toplesnya sisa dua, nih satu
untukmu dan yang satu untukku.” Anya memberikan satu toples kepada adiknya.
“Besok kita jualan matahari lagi kak?”
Tanya Dito.
“Kita lihat nanti, apakah semua orang yang membeli matahari kita
bisa tertawa bahagia?”
Mereka berjalan dengan riang sambil
mendendangkan lagu-lagu bahagia. Menyusuri jalan kampung yang mulai sepi di
sore hari.
“Horeee ..hore anakku dapat bea siswa
di universitas negeri.” teriak pak
Herman kegirangan
Di samping kolam pak Rusdi sedang
tersenyum-senyum sambil bernyanyi karena hari ini banyak ikan yang ia tangkap.
Begitu juga Bu Surti yang sedang
mencuci baju sambil bernyanyi riang, karena pinggangnya tidak sakit lagi.
Anya dan Dito tersenyum begitu banyak
kebahagiaan hari ini yang mereka lihat. Mereka senang karena matahari-matahari
di dalam tolpes telah membawa kebahagiaan bagi mereka semua.
“Anya…..Dito….” terdengar seseorang
memanggil. Anya berlari menghampiri suara itu dengan sangat gembira, tapi Dito
hanya diam terpaku.
“Dito…ayo kemari ini orang tua kita?”
ajak Anya.
Seketika keluar senyum kegembiraan
yang luar biasa dari bibir mungil Dito dan langsung berlari menghampiri kedua
orang tuanya.
Matahari memberi kita kehidupan
Matahari memberi kita kebahagiaan
Matahari membuat bumi kita berputar
Setiap hari kita menikmati cahayanya
jadi jangan pernah melupakannya……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar