Cinta Bugenvile

Jumat, 16 Mei 2014

Strawberry dan Laptop





           “Selamat tinggal….” Tak terasa pipiku basah. Kenapa harus kutangisi? Ini kan hanya benda mati. Setelah kusimpan file–file pribadiku di dalan flashdisk, kurapikan laptop yang ada di depanku. Laptop yang telah menemaniku selama 2  tahun. Menemani dalam suka dan duka dan kini aku harus berpisah dengannya.

           Hari ini aku menerima surat keputusan mutasi dari dinas. Mulai besok aku harus pindah mengajar ke sekolah lain. Jadi semua properti yang telah dipinjamkan oleh sekolah yang lama harus di kembalikan termasuk laptop ini. Sebagai bendahara sekolah aku dipinjamkan laptop dengan alasan mempermudah pekerjaanku. Aku yang memang belum sanggup membeli sebuah laptop, pada waktu itu sangat senang sekali dan menyambut gembira. Aku sangat terlena sampai aku lupa itu adalah bukan laptopku, jika aku dimutasi maka semuanya harus dikembalikan. Dan ternyata itu terjadi.

               Berpisah dengan laptop berarti akan membuatku berpisah dengan teman-teman dunia maya. Dengan hobiku menulis. Dan bukan hanya itu setahun yang lalu aku berkenalan dengan seseorang melalui laptop ini, seseorang yang selalu mengisi hari-hariku, seseorang yang mempunyai kedudukan istimewa di hatiku. Rafi namanya. Dan kini aku harus berpisah dengan semuanya. 

             Tapi mau bagaimana lagi? Laptop itu memang bukan hakku. Entah berapa lama aku harus mengumpukan uang supaya mendapat laptop pengganti? Di sekolahku yang baru tidak mungkin aku mendapatkan laptop.  

           Hari-hariku dipenuhi dengan kesepian yang mendalam seperti seseorang yang sedang patah hati. Di sini masih jarang warnet, sekalipun ada pasti akan di penuhi anak-anak yang kebayakan bermain game online. Tidak nyaman di sana karena anak-anak akan  berisik jika berkumpul, belum lagi anak-anak itu kebanyakan muridku sendiri. Tak kebayang malunya.

“Nih baca ada event menulis yang bagus Yun,” kata Eni sahabatku.

“Gimana mau nulis En, aku nggak punya laptop biasanya event begitukan harus dikirim lewat email.” Jawabku kesal.

“Tapi hadiahnya Yunda,” teriak Eni dengan mata yang berbinar.

“Laptop.”

 “Laptop!” Aku terpekik.

 “Mana lihat dong, menulis tentang apa?” tanyaku penasaran dan penuh semangat.

“Event ini yang mengadakan Kementrian Pertanian, jadi pasti tentang bercocok tanam. Temanya lombanya menjadi petani strawberry, “jelas Eni.

“Waduh itu sih yang menang pasti mahasiswa pertanian dong, aku kan cuma lulusan PGSD.”

“Coba dulu yunda, kamu  kan berbakat sekali menulis. Siapa tahu nasib kan kita nggak tahu?”

“Inget hadiahnya laptop Yun, DLnya  akhir bulan ini.”

“Hmm, Oke aku ikut, tapi janji ya En bantuin aku.”

“Iya, semangat!” 

           Semenjak hari itu, dengan penuh semangat aku cari semua informasi tentang buah imut berwarna merah itu. Setelah mengajar aku sempatkan mampir ke warnet untuk mencari infomasi tentang strawberry. Hari-hariku dipenuhi dengan strawberry. Lama kelamaan aku  jatuh cinta kepadanya. Aku  kebetulan tinggal di daerah dataran tinggi yang dingin, cocok dengan suhu yang di sukai oleh strawberry. Aku  mencoba membuat kebun mini strawberry hasil aku belajar ke Ciwidey kota strawberry. 

*****

           Selesai juga tulisanku, siap di kirim. seandainya nggak menang tidak masalah bagiku, aku sudah tidak begitu mengharapkan laptop lagi, aku sudah punya penggantinya…. Strawberry.

        Sambil mennunggu pengumuman aku menyibukkan diri merawat strawberryku. Ternyata lebih menyenangkan menjadi petani strawberry dari pada bermain laptop. Setelah beberapa bulan strawberryku tumbuh besar dengan subur dan mulai berbuah. 

“Yun,  sudah melihat pengumuman belum? Tanya Eni sambil menunjukkan sebuah koran yang masih baru dan sepertinya belum dibaca.

“Belum,” jawabku singkat sambil merapikan daun-daun  strawberry.

“ Ya udah kita lihat bersama-sama,” ajak Eni sambil mulai mencari-cari di tiap halaman koran.

“ Nah ini…  mudah-mudahan namamu ada ya..” mata Eni berkeliling menyusuri koran sambil menyebut-nyebut namaku.

“Juara 1… bukan kamu, Yun.”

“Juara 2  juga bukan.”

“Juara 3….maaf Yunda nama kamu nggak ada,”  ada  raut kesedihan di wajahnya.

“Nggak apa-apa Eni, dari awal aku juga sudah mengira, aku ini bisanya nulis cerpen nggak bisa buat artikel yang bagus.

Lagipula aku sangat berterima kasih dengan Event ini yang telah mngenalkanku dengan buah strawberry. Dan menyadarkanku dari belaian dunia maya, padahal di dunia nyata banyak hal baik dan menarik untuk dilakukan.”

              Hari yang kutunggu-tunggu akhirnya datang, panen strawberry. Walaupun pemula ternyata hasil panenku  lumayan. Hasil panen tersebut aku jual ke pasar. Melihat keberhasilanku banyak tetengga yang meminta aku mengajari cara bertanam Strawberry. Mendadak aku terkenal di kampung dengan sebutan Yunda strawberry. Aku sering di undang  untuk pembinaan petani strawberry. Setelah beberapa bulan hampir setiap rumah mempunyai kebun strawberry sendiri. dan kampungku mendadak berubah menjadi kampung strawberry.

            Akhirnya dari  hasil strawberry aku dapat membeli laptop walaupun hanya bekas. Alhamdulillah aku bisa bertemu lagi dengan teman lamaku. Tapi untuk Rafi aku enggan menghubunginya kembali. Hubungan kami mungkin hanya sampai  di dunia maya saja tidak sampai ke dunia nyata. 

****

“Assalamulaikum…”Sesosok lelaki muda, tinggi, kulitnya agak gelap telah berdiri di hadapanku.

 “Mau cari siapa mas?”

“Mau beli strawberry.”
 
“Saya mau cari Yunda Angelia.”

“Ya saya sendiri, ada perlu apa  mas?”

“Alhamdulilah akhirnya aku bisa menemukanmu Yunda, kamu tahu aku sudah berbulan-bulan mencarimu kesana kemari.” 

“Rafi” tanyaku agak ragu.

“Iya aku Rapi dan kamu Yunda kan,” tanya Rafi balik.

Mimpi apa aku ini Rafi sekarang berdiri di hadapank ku, dan ternyata berbulan–bulan ia telah mencariku. Oh Rafi aku sebenarnya juga tersiksa kehilangan kontak denganmu, ternyata perasaan kita sama. Rafi bercerita bagaimana bisa menemukanku. Tanpa sengaja ia melihat acara liputan di televisi tentang kampung strawberry. Dari acara itu ia tahu alamatku.

“Yun aku nggak mau berbasa-basi lagi, aku sudah nggak kuat menahannya.”

“Mau kah kamu menikah denganku,” tanya Rafi sambil mengulurkan sebuah cincin indah.
“Please jangan di tolak ya…” 

Rafi menatapku dengan tatapan tajam penuh harap.

“Nggak terlalu cepat kita kan baru ketemu.”

“Tapi kita kan sudah kenal lama, aku sudah yakin kamu adalah pilihanku.”

Aku terdiam. Bingung aku harus  menjawab apa? kemudian hanya anggukan yang kulakukan. Sulit rasanya mulut ini berkata.

“Alhamdullilah kita menikah bulan ini ya, besok orang tuaku akan datang melamarmu.”
“Nggak terlalu terburu-buru.”

“Aku nggak mau kehilangan kamu untuk kedua kalinya,” jawab Rafi sambil memegang tanganku. 

RencanaMu memang indah ya Allah dan untukmu strawberry aku sangat berterimakasih, karena bantuanmu aku bisa memiliki Rafi dan laptop.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar