“Selamat tinggal….” Tak terasa
pipiku basah. Kenapa harus kutangisi? Ini kan hanya benda mati. Setelah kusimpan
file–file pribadiku di dalan flashdisk, kurapikan laptop yang ada di depanku.
Laptop yang telah menemaniku selama 2 tahun. Menemani dalam suka dan duka dan kini
aku harus berpisah dengannya.
Hari ini aku menerima surat keputusan
mutasi dari dinas. Mulai besok aku harus pindah mengajar ke sekolah lain. Jadi
semua properti yang telah dipinjamkan oleh sekolah yang lama harus di kembalikan
termasuk laptop ini. Sebagai bendahara sekolah aku dipinjamkan laptop dengan
alasan mempermudah pekerjaanku. Aku yang memang belum sanggup membeli sebuah
laptop, pada waktu itu sangat senang sekali dan menyambut gembira. Aku sangat
terlena sampai aku lupa itu adalah bukan laptopku, jika aku dimutasi maka
semuanya harus dikembalikan. Dan ternyata itu terjadi.
Berpisah dengan laptop berarti
akan membuatku berpisah dengan teman-teman dunia maya. Dengan hobiku menulis.
Dan bukan hanya itu setahun yang lalu aku berkenalan dengan seseorang melalui
laptop ini, seseorang yang selalu mengisi hari-hariku, seseorang yang mempunyai
kedudukan istimewa di hatiku. Rafi namanya. Dan kini aku harus berpisah dengan
semuanya.
Tapi mau bagaimana lagi? Laptop
itu memang bukan hakku. Entah berapa lama aku harus mengumpukan uang supaya
mendapat laptop pengganti? Di sekolahku yang baru tidak mungkin aku mendapatkan
laptop.
Hari-hariku dipenuhi dengan kesepian
yang mendalam seperti seseorang yang sedang patah hati. Di sini masih jarang
warnet, sekalipun ada pasti akan di penuhi anak-anak yang kebayakan bermain
game online. Tidak nyaman di sana karena anak-anak akan berisik jika berkumpul, belum lagi anak-anak itu
kebanyakan muridku sendiri. Tak kebayang malunya.
“Nih
baca ada event menulis yang bagus Yun,” kata Eni sahabatku.
“Gimana
mau nulis En, aku nggak punya laptop biasanya event begitukan harus dikirim
lewat email.” Jawabku kesal.
“Tapi
hadiahnya Yunda,” teriak Eni dengan mata yang berbinar.
“Laptop.”
“Laptop!” Aku terpekik.
“Mana lihat dong, menulis tentang apa?”
tanyaku penasaran dan penuh semangat.
“Event
ini yang mengadakan Kementrian Pertanian, jadi pasti tentang bercocok tanam.
Temanya lombanya menjadi petani strawberry, “jelas Eni.
“Waduh
itu sih yang menang pasti mahasiswa pertanian dong, aku kan cuma lulusan PGSD.”
“Coba
dulu yunda, kamu kan berbakat sekali
menulis. Siapa tahu nasib kan kita nggak tahu?”
“Inget
hadiahnya laptop Yun, DLnya akhir bulan
ini.”
“Hmm,
Oke aku ikut, tapi janji ya En bantuin aku.”
“Iya,
semangat!”
Semenjak hari itu, dengan penuh semangat
aku cari semua informasi tentang buah imut berwarna merah itu. Setelah mengajar
aku sempatkan mampir ke warnet untuk mencari infomasi tentang strawberry.
Hari-hariku dipenuhi dengan strawberry. Lama kelamaan aku jatuh cinta kepadanya. Aku kebetulan tinggal di daerah dataran tinggi
yang dingin, cocok dengan suhu yang di sukai oleh strawberry. Aku mencoba membuat kebun mini strawberry hasil
aku belajar ke Ciwidey kota strawberry.
*****
Selesai juga tulisanku, siap di kirim.
seandainya nggak menang tidak masalah bagiku, aku sudah tidak begitu mengharapkan
laptop lagi, aku sudah punya penggantinya…. Strawberry.
Sambil mennunggu pengumuman aku
menyibukkan diri merawat strawberryku. Ternyata lebih menyenangkan menjadi
petani strawberry dari pada bermain laptop. Setelah beberapa bulan strawberryku
tumbuh besar dengan subur dan mulai berbuah.
“Yun,
sudah melihat pengumuman belum? Tanya
Eni sambil menunjukkan sebuah koran yang masih baru dan sepertinya belum
dibaca.
“Belum,”
jawabku singkat sambil merapikan daun-daun strawberry.
“
Ya udah kita lihat bersama-sama,” ajak Eni sambil mulai mencari-cari di tiap
halaman koran.
“
Nah ini… mudah-mudahan namamu ada ya..”
mata Eni berkeliling menyusuri koran sambil menyebut-nyebut namaku.
“Juara
1… bukan kamu, Yun.”
“Juara
2 juga bukan.”
“Juara
3….maaf Yunda nama kamu nggak ada,” ada raut kesedihan di wajahnya.
“Nggak
apa-apa Eni, dari awal aku juga sudah mengira, aku ini bisanya nulis cerpen
nggak bisa buat artikel yang bagus.
Lagipula
aku sangat berterima kasih dengan Event ini yang telah mngenalkanku dengan buah
strawberry. Dan menyadarkanku dari belaian dunia maya, padahal di dunia nyata
banyak hal baik dan menarik untuk dilakukan.”
Hari yang kutunggu-tunggu
akhirnya datang, panen strawberry. Walaupun pemula ternyata hasil panenku lumayan. Hasil panen tersebut aku jual ke
pasar. Melihat keberhasilanku banyak tetengga yang meminta aku mengajari cara
bertanam Strawberry. Mendadak aku terkenal di kampung dengan sebutan Yunda
strawberry. Aku sering di undang untuk
pembinaan petani strawberry. Setelah beberapa bulan hampir setiap rumah
mempunyai kebun strawberry sendiri. dan kampungku mendadak berubah menjadi
kampung strawberry.
Akhirnya dari hasil strawberry aku dapat membeli laptop
walaupun hanya bekas. Alhamdulillah aku bisa bertemu lagi dengan teman lamaku. Tapi
untuk Rafi aku enggan menghubunginya kembali. Hubungan kami mungkin hanya
sampai di dunia maya saja tidak sampai
ke dunia nyata.
****
“Assalamulaikum…”Sesosok
lelaki muda, tinggi, kulitnya agak gelap telah berdiri di hadapanku.
“Mau
cari siapa mas?”
“Mau
beli strawberry.”
“Saya
mau cari Yunda Angelia.”
“Ya
saya sendiri, ada perlu apa mas?”
“Alhamdulilah
akhirnya aku bisa menemukanmu Yunda, kamu tahu aku sudah berbulan-bulan
mencarimu kesana kemari.”
“Rafi”
tanyaku agak ragu.
“Iya
aku Rapi dan kamu Yunda kan,” tanya Rafi balik.
Mimpi
apa aku ini Rafi sekarang berdiri di hadapank ku, dan ternyata berbulan–bulan
ia telah mencariku. Oh Rafi aku sebenarnya juga tersiksa kehilangan kontak
denganmu, ternyata perasaan kita sama. Rafi bercerita bagaimana bisa
menemukanku. Tanpa sengaja ia melihat acara liputan di televisi tentang kampung
strawberry. Dari acara itu ia tahu alamatku.
“Yun
aku nggak mau berbasa-basi lagi, aku sudah nggak kuat menahannya.”
“Mau
kah kamu menikah denganku,” tanya Rafi sambil mengulurkan sebuah cincin indah.
“Please
jangan di tolak ya…”
Rafi
menatapku dengan tatapan tajam penuh harap.
“Nggak
terlalu cepat kita kan baru ketemu.”
“Tapi
kita kan sudah kenal lama, aku sudah yakin kamu adalah pilihanku.”
Aku
terdiam. Bingung aku harus menjawab apa?
kemudian hanya anggukan yang kulakukan. Sulit rasanya mulut ini berkata.
“Alhamdullilah
kita menikah bulan ini ya, besok orang tuaku akan datang melamarmu.”
“Nggak
terlalu terburu-buru.”
“Aku
nggak mau kehilangan kamu untuk kedua kalinya,” jawab Rafi sambil memegang tanganku.
RencanaMu
memang indah ya Allah dan untukmu strawberry aku sangat berterimakasih, karena
bantuanmu aku bisa memiliki Rafi dan laptop.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar