Kulitnya
hitam manis, hidungnya mancung, alisnya tebal , bibirnya mungil, di tambah
dagunya yang terbelah menambah ayu parasnya seperti bintang film India. Namanya
Siti Umayah, kami biasa memanggilnya Yayah. Bicaranya santun dan menyenangkan
hati semua orang yang mengenalnya. Aku pun sangat senang kepadanya. Dia adalah
adik iparku, adik bungsu kesayangan suamiku, sekaligus kebanggaan keluarga.
Tahun
ini Yayah lulus SMK, ia memutuskan untuk bekerja di Jakarta merantau seperti
kakak-kakaknya. Sebelum mendapatkan pekerjaan Yayah tinggal di rumahku.
Sekalian membantu mengasuh anakku yang masih bayi. Aku dan suami berusaha
mencarikannya pekerjaan yang layak.
Setahun berusaha melamar kesana kesini belum diterima juga, namun Yayah
tetap sabar. Sampai pada akhirnya melalui bantuan saudaraku, ia diterima diperusahaan yang besar dengan
gaji yang lumayan.
Jarak
antara rumahku dan perusahaan tempat Yayah bekerja sangat jauh, untuk itu kami
memintanya untuk kos saja. Untuk kebaikannya ,kami mencarikan rumah kos yang
hanya khusus putri, di mana tidak ada
tamu yang diperkenankan masuk kamar. Seminggu sekali kami mengunjunginya untuk
memastikan ia baik-baik saja.
Setahun
bekerja sifat dan gaya hidup Yayah berubah 360 derajat. Nama Yayah berganti
menjadi Maya, katanya nama Yayah terlalu kampungan.Yayah atau Maya yang merupakan lulusan salah satu
pondok pesantren di Purwokerto, tadinya
sangat santun berpakaian, sekarang mengikuti mode, celana pensil , baju kaos
ketat, bahkan karena rambutnya direbonding ia harus merelakan jilbabnya di
lepas. Dulu di dalam hpnya dipenuhi lagu-lagu sholawat, dan lantunan ayat suci,
tapi sekarang semua itu hilang digantikan lagu-lagu korea dan lagu pop grup
band Bagindas, Noah, Ungu. Setiap kami berkunjung ia selalu tidak ada di kosan dengan
berbagai alasan, apalagi sampai singgah ke rumahku hampir tidak pernah.
Hampir
beberapa bulan kami kehilangan kontak dengannya, sepertinya ia sengaja
menghilang karena enggan mendengar nasehat dari kakak-kakaknya . Sampai pada
akhirnya aku mendengar kabar dari mertuaku, Yayah sedang berada di kampung untuk berobat.
Kata mertua ku Yayah menderita penyakit batu empedu. Tapi belum parah jadi ia
masih bisa berobat jalan sambil bekerja .
“Ibu
minta tolong nanti kalo Yayah sudah balik ke Jakarta , jangan boleh ngekos lagi ya…minta antar jemput sama Yudi.”
Pinta mertua ku ditelepon.
“Trus
jangan lupa periksa kedokter sesampainya di sana bila perlu di USG, biar yakin
batu empedu apa bukan. Soalnya di Jakarta kan peralatan kedokterannya lebih
canggih.
“Pokoknya
ibu titip Yayah ya..tolong jaga kesehatannya.”
Separah
itukah penyakit Yayah sampai-sampai mertuaku sangat khawatir. Kasihan Yayah
masih muda sudah terkena penyakit.
Sesampainya
Di Jakarta kami langsung membawa Yayah ke rumah sakit untuk memastikan
kebenaran dari penyakitnya. Kami berharap mudah-mudahan batu empedu adalah
dugaan yang salah.
“Gimana
dok, apa penyakit adik saya, kira-kira perlu di USG gak? Soalnya perutnya
kelihatan bengkak?”
“Gak
perlu di USG ini sudah pasti maag akut. Ini terjadi karena telat makan dan
kebayakan makan mie instan.” Jelas Dokter.
“Di
beri obat dan makan yang teratur nanti juga sembuh.”
Mendengar
penjelasan dokter aku sangat bersyukur Yayah tidak mengidap penyakit yang
berbahaya. Untuk kesembuhanya aku dan suamiku merawatnya dengan sepenuh hati,
selain obat dari dokter kami juga memberinya obat-obat herbal yang merupakan
masukan dari kawan-kawan tentang obat maag.
Dua
bulan di rumahku Yayah tidak kunjung membaik. Perutnya kian membengkak, membesar, keras, seperti ada
sesuatu di dalamnya. Aku mulai berfikir
apakah Yayah sedang disantet seseorang yang punya dendam dengannya, mengingat
banyak lelaki yang patah hati karenanya. Tapi segera aku tepis pikiran itu.
Tidak mungkin ini hanya maag seperti kata dokter, dulu dokter bilang perutnya
akan normal setelah 6 bulan. Mudah-mudahan benar.
Karena
penyakit Yayah tidak kunjung sembuh mertuaku meminta agar Yayah berhenti
bekerja , dan istirahat dulu sampai sembuh di kampung dan di sana akan dicoba
berobat alternatif. Karena ini permintaan orang tua, kami tidak bisa
menolaknya. Yayah berhenti bekerja dan segera pulang ke kampung. Di sana akan ada ibunya yang mungkin lebih telaten
merawatnya.
Tiga
bulan kemudian setelah kepulangan Yayah ke kampung terdengar berita yang
mengagetkan yang membuat semua orang apalagi aku dan suami tidak percaya.
Berita yang membuat hati kita semua hancur berkeping-keping. Tersayat-sayat
seperti disayat silet. Sakit amat sangat
. Berita yang membuat suamiku amat sangat terpukul. Aku mendengar kabar ini dari
salah satu paman suamiku bahwa Yayah telah melahirkan anak laki-laki.
Melahirkan tanpa suami. Dan tidak diketahui siapa bapak dari anak itu.
Kami
merasa ditipu oleh Yayah. Kenapa ia tidak jujur saja kepada kami sebelum bayi
itu lahir. Seadainya dulu dokter mengizinkan untuk USG pasti masalahnya tidak
sampai sefatal ini. Tidak habis pikir aku yang sudah pernah hamil dua kali
tidak menduga sama sekali, jika Yayah
yang perutnya terus membesar memang sedang hamil. Karena begitu percayanya aku
kepada Yayah, tidak mungkin ia berbuat sehina itu.
Keluarga
besar Mas Yudi seaakan dilempar kotoran
oleh Yayah, ibu mertuaku yang merupakan pemimpin
majelis di kampungnya sampai tidak berani keluar rumah, sedangkan bapak yang
biasanya mengisi ceramah di mushola tidak berani menampak diri lagi, walaupun
hanya sekedar sholat jamaah.
Yayah
anak kebanggaan dan kesayangan itu telah berhasil menghancurkan keluarganya
dengan satu tindakan kotor. Sekarang seluruh keluarganya harus menangung malu
atas kelakuannya. Keluarga yang dulu sangat terhormat dan sangat disegani oleh
semua orang sekarang hanya dianggap sampah. Yayah ..oh Yayah…riwayatmu kini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar