Cinta Bugenvile

Jumat, 02 Mei 2014

Yayah….Oh…Yayah





Kulitnya hitam manis, hidungnya mancung, alisnya tebal , bibirnya mungil, di tambah dagunya yang terbelah menambah ayu parasnya seperti bintang film India. Namanya Siti Umayah, kami biasa memanggilnya Yayah. Bicaranya santun dan menyenangkan hati semua orang yang mengenalnya. Aku pun sangat senang kepadanya. Dia adalah adik iparku, adik bungsu kesayangan suamiku, sekaligus kebanggaan keluarga.

Tahun ini Yayah lulus SMK, ia memutuskan untuk bekerja di Jakarta merantau seperti kakak-kakaknya. Sebelum mendapatkan pekerjaan Yayah tinggal di rumahku. Sekalian membantu mengasuh anakku yang masih bayi. Aku dan suami berusaha mencarikannya pekerjaan yang layak.  Setahun berusaha melamar kesana kesini belum diterima juga, namun Yayah tetap sabar. Sampai pada akhirnya melalui bantuan saudaraku,  ia diterima diperusahaan yang besar dengan gaji yang lumayan.

Jarak antara rumahku dan perusahaan tempat Yayah bekerja sangat jauh, untuk itu kami memintanya untuk kos saja. Untuk kebaikannya ,kami mencarikan rumah kos yang hanya khusus putri,  di mana tidak ada tamu yang diperkenankan masuk kamar. Seminggu sekali kami mengunjunginya untuk memastikan ia baik-baik saja.

Setahun bekerja sifat dan gaya hidup Yayah berubah 360 derajat. Nama Yayah berganti menjadi Maya, katanya nama Yayah terlalu kampungan.Yayah  atau Maya yang merupakan lulusan salah satu pondok pesantren  di Purwokerto, tadinya sangat santun berpakaian, sekarang mengikuti mode, celana pensil , baju kaos ketat, bahkan karena rambutnya direbonding ia harus merelakan jilbabnya di lepas. Dulu di dalam hpnya dipenuhi lagu-lagu sholawat, dan lantunan ayat suci, tapi sekarang semua itu hilang digantikan lagu-lagu korea dan lagu pop grup band Bagindas, Noah, Ungu. Setiap kami berkunjung ia selalu tidak ada di kosan dengan berbagai alasan, apalagi sampai singgah ke rumahku hampir tidak pernah.

Hampir beberapa bulan kami kehilangan kontak dengannya, sepertinya ia sengaja menghilang karena enggan mendengar nasehat dari kakak-kakaknya . Sampai pada akhirnya aku  mendengar kabar dari mertuaku,  Yayah sedang berada di kampung untuk berobat. Kata mertua ku Yayah menderita penyakit batu empedu. Tapi belum parah jadi ia masih bisa berobat jalan sambil bekerja .


“Ibu minta tolong nanti kalo Yayah sudah balik ke Jakarta , jangan boleh  ngekos lagi ya…minta antar jemput sama Yudi.”  Pinta mertua ku ditelepon.

“Trus jangan lupa periksa kedokter sesampainya di sana bila perlu di USG, biar yakin batu empedu apa bukan. Soalnya di Jakarta kan peralatan kedokterannya lebih canggih.

“Pokoknya ibu titip Yayah ya..tolong jaga kesehatannya.”

Separah itukah penyakit Yayah sampai-sampai mertuaku sangat khawatir. Kasihan Yayah masih muda sudah terkena penyakit.
Sesampainya Di Jakarta kami langsung membawa Yayah ke rumah sakit untuk memastikan kebenaran dari penyakitnya. Kami berharap mudah-mudahan batu empedu adalah dugaan yang salah.

“Gimana dok, apa penyakit adik saya, kira-kira perlu di USG gak? Soalnya perutnya kelihatan bengkak?”

“Gak perlu di USG ini sudah pasti maag akut. Ini terjadi karena telat makan dan kebayakan makan mie instan.” Jelas Dokter.

“Di beri obat dan makan yang teratur nanti juga sembuh.”

Mendengar penjelasan dokter aku sangat bersyukur Yayah tidak mengidap penyakit yang berbahaya. Untuk kesembuhanya aku dan suamiku merawatnya dengan sepenuh hati, selain obat dari dokter kami juga memberinya obat-obat herbal yang merupakan masukan dari kawan-kawan tentang obat maag.
Dua bulan di rumahku Yayah tidak kunjung membaik. Perutnya  kian membengkak, membesar, keras, seperti ada sesuatu di dalamnya. Aku  mulai berfikir apakah Yayah sedang disantet seseorang yang punya dendam dengannya, mengingat banyak lelaki yang patah hati karenanya. Tapi segera aku tepis pikiran itu. Tidak mungkin ini hanya maag seperti kata dokter, dulu dokter bilang perutnya akan normal setelah 6 bulan. Mudah-mudahan benar.
Karena penyakit Yayah tidak kunjung sembuh mertuaku meminta agar Yayah berhenti bekerja , dan istirahat dulu sampai sembuh di kampung dan di sana akan dicoba berobat alternatif. Karena ini permintaan orang tua, kami tidak bisa menolaknya. Yayah berhenti bekerja dan segera pulang ke kampung. Di sana akan  ada ibunya yang mungkin lebih telaten merawatnya.

Tiga bulan kemudian setelah kepulangan Yayah ke kampung terdengar berita yang mengagetkan yang membuat semua orang apalagi aku dan suami tidak percaya. Berita yang membuat hati kita semua hancur berkeping-keping. Tersayat-sayat seperti disayat silet. Sakit  amat sangat . Berita yang membuat suamiku amat sangat terpukul. Aku mendengar kabar ini dari salah satu paman suamiku bahwa Yayah telah melahirkan anak laki-laki. Melahirkan tanpa suami. Dan tidak diketahui siapa bapak dari anak itu.
Kami merasa ditipu oleh Yayah. Kenapa ia tidak jujur saja kepada kami sebelum bayi itu lahir. Seadainya dulu dokter mengizinkan untuk USG pasti masalahnya tidak sampai sefatal ini. Tidak habis pikir aku yang sudah pernah hamil dua kali tidak menduga sama sekali,  jika Yayah yang perutnya terus membesar memang sedang hamil. Karena begitu percayanya aku kepada Yayah, tidak mungkin ia berbuat sehina itu.

Keluarga besar  Mas Yudi seaakan dilempar kotoran oleh Yayah, ibu mertuaku yang  merupakan pemimpin majelis di kampungnya sampai tidak berani keluar rumah, sedangkan bapak yang biasanya mengisi ceramah di mushola tidak berani menampak diri lagi, walaupun hanya sekedar sholat jamaah.

Yayah anak kebanggaan dan kesayangan itu telah berhasil menghancurkan keluarganya dengan satu tindakan kotor. Sekarang seluruh keluarganya harus menangung malu atas kelakuannya. Keluarga yang dulu sangat terhormat dan sangat disegani oleh semua orang sekarang hanya dianggap sampah. Yayah ..oh Yayah…riwayatmu kini.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar